Minggu, 28 Juni 2009

PEMERATAAN KUALITAS PENDIDIKAN

KUALITAS PENDIDIKAN. TANGGUNG JAWAB SIAPA?


Oleh: Drs. SUYONO A
SMP Negeri 2 Mejayan - Madiun

Kualitas pendidikan oleh banyak pihak sangat diharapkan. Ini sudah jelas. Ada banyak faktor untuk perbaikan pendidikan yang mengarah pada kualitas seperti yang diharapkan bersama. Managemen sekolah yang presentatif, piranti-piranti pendidikan, kualitas guru,serta dorongan pemerintah sebagai penunjang dana dan penyedia fasilitas, semua saling terkait dan tidak hanya tergantung pada guru.
Jika masyarakat meragukan kualitas pendidikan pada tingkatan atau wilayah tertentu, itu bisa dimaklumi. Kita perhatikan pada setiap Penerimaan Siswa Baru (PSB) senantiasa ada ketimpangan dalam menerima siswa. Sekolah yang gedungnya megah senantiasa dibanjiri oleh pendaftar, sebaliknya sekolah yang dianggap kurang maju hanya menerima sisa dari pendaftar yang tidak diterima dari sekolah yang dianggap maju. Mengapa ini selalu berulang-ulang terjadi di setiap tahun? Alasannya selalu klasik. Sekolah itu maju, sedangkan sekolah yang lain kurang maju. Apakah sistem PSB-nya yang kurang tepat? Kenapa tidak menggunakan sistem sinergis?
Lembaga pendidikan pada sekolah tertentu merasa aneh apabila ada sekolah yang maju dan berbangga diri menerima siswa yang memenuhi kuota/pagu, sedangkan di sekolah sekitarnya dalam satu kecamatan atau beda kecamatan masih banyak sekolah yang kekurangan murid. Bahkan ada sekolah yang muridnya kurang dari 10 siswa dalam satu kelas. Adilkah ini? Apakah ini suatu anggapan masyarakat bahwa sekolah yang muridnya minim adalah SDM-nya minim? Siapa bilang sekolah yang muridnya minim, SDM-nya rendah.Semua guru yang mengajar di sekolah favorit maupun sekolah yang kurang favorit itu mengantongi ijasah sarjana.Jangan dipandang sebelah mata, itu hanya imej masyarakat saja.
Apabila sekolah yang banyak murid mau membagi dengan sekolah yang kurang murid, akan terjadi sinergi yang memadai. Pemerataan jumlah murid akan mengatrol sekolah yang kurang murid untuk eksis dalam memajukan kualitas pendidikan. Bagaimana apabila kondisi seperti ini dibiarkan? Sekolah yang kaya murid akan semakin kaya, sementara sekolah yang miskin murid akan semakin miskin.Ini terjadi karena tidak ada kebersamaan. Ironinya kekayaan murid dipakai kebanggaan. Hakekat pendidikan diantaranya pembagian jumlah murid, mutu pendidikan, dan kesejahteraan guru. Bila ini dilakukan, tidak akan ada lagi sekolah favorit, sekolah pinggiran. Semua sama, yaitu mencerdaskan anak-anak bangsa.
Problematika PSB selalu tidak seimbang. Ada sekolah yang senantiasa membangun kelas-kelas baru, sementara ada sekolah yang kelas-kelasnya kosong tanpa murid. Orang tua juga teropsesi dengan pilihan sekolah favorit. Padahal gurunya sama. Pelajarannya juga sama. Ujian nasional soalnya juga sama. Yang membedakan hanya besar kecilnya gedung, baik jeleknya bangku sekolah, papan tulis, seragam guru (ada yang berdasi). Sebenarnya bila pendidikan yang sinergi ini dilakukan dengan kesadaran penuh, semua akan teratasi. Pendidikan yang sinergi, tugas siapa? Sudah barang tentu tugas kita bersama sepanjang ada kemauan. Peran pemerintah sangat penting untuk mengatur sekolah negeri. Sebab sekolah negeri ada yang tumpah ruah muridnya, tidak sedikit pula yang kekurangan murid. Koordinator pendidikan sekolah swasta juga diharapkan kesadarannya untuk menata sekolah swasta yang kurang murid dengan sekolah yang banyak murid. Bagi sekolah swasta ini akan berakibat pada kesejahteraan guru.
Bagimana dengan mutu pendidikan? Sekolah yang mempunyai laboratorium bahasa, biologi, fisika, matematika, komputer dan lain-lain, tentu siswanya akan mempunyai peluang lebih banyak untuk memajukan diri. Sekolah yang tidak mempunyai laboratorium seperti sekolah lain tentu gurunya akan tetap saja menjelaskan di papan tulis. Padahal mutu guru sebenarnya sama. Maka tidak salah jika fasilitas yang lengkap dan canggih, iuran sekolah yang lebih mahal (misalnya, karena digunakan untuk biaya pemeliharaan alat-alat dan pembelian bahan habis pakai). Pendidikan yang bermutu dan berkualitas tentu saja tidak murah. Sekolah juga harus juga mempunyai komitmen yang kuat serta tidak asal-asalan dalam mendidik siswa-siswanya. Dengan tidak mengandalkan nama besar sekolah saja, tapi lebih dari itu , kembali kepada kaulitas pembelajaran dan penyampaian pembelajaran yang disampaikan oleh guru kepada siswa. Sekolah juga harus mampu mempertanggungjawabkan dari segi kualiatas pendidikan karena itulah harapan orang tua siswa yang memilih sekolah dengan fasilitas yang lengkap, dengan biaya yang tentunya tidak sedikit. Yang pada akhirnya kita benar-benar bisa tahu apa yang menjadi keistimewaan dan keunggulan masing-masing lembaga sekolah. Bisa jadi dengan minimnya fasilitas yang dimiliki sekolah akan mampu memotivasi Kepala Sekolah beserta Dewan Guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

MITOS MENYESATKAN DALAM BELAJAR MATEMATIKA

MITOS MENYESATKAN DALAM BELAJAR MATEMATIKA
(oleh Drs. Suyono A, Pengajar Matematika SMP Negeri 2 Mejayan)

Banyak kalangan mempercayai mitos menyesatkan mengenai belajar matematika yang memberi andil besar dalam membuat sebagian masyarakat merasa tidak menyukai matematika. Ini berakibat mayoritas siswa malas untuk mempelajari matematika.
Ada lima mitos sesat yang susah mengakar dan menciptakan persepsi negatif terhadap matematika, yaitu :
1. Matematika adalah ilmu yang sangat sukar sehingga hanya sedikit orang atau siswa yang mampu mempelajarainya. Ini jelas menyesatkan, meski bukan ilmu yang yang termudah tetapi matematika sebenarnya ilmu yang relatif mudah jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain. Sebagai perbandingan perhatikan soal-soal berikut. Sebutkan 3 tarian khas daerah Kalimantan Tengah? Sebuah lingkaran dibagi menjadi 3 buah juring dengan perbandingan masing-masing sudut pusatnya adalah 2 : 3 : 4, maka hitunglah besar masing-masing sudut pusat juring-juring tersebut. Ternyata persentase siswa yang menjawab benar soal matematika lebih besar dibandingkan persentase siswa yang menjawab benar soal IPS. Soal matematika terasa sulit bagi siswa-siswa yang belum memahami konsep bilangan dan konsep ukuran secara benar. Jika konsep itu dikuasai maka pekerjaan menganalisis dan menghitung menjadi hal yang mudah dan menyenangkan.
2. Matematika adalah ilmu hafalan dari sekian banyak rumus. Padahal matematika bukanlah ilmu menghafal rumus, tetapi ilmu membutuhkan pemahaman konsep. Rumus yang dihafalkan kurang bermanfaat jika tidak diikuti dengan memahami konsep. Sebagai contoh, sesorang yang hafal rumus persamaan kuadrat tidak akan mampu menjawab soal tersebut apabila tidak mampu memodelkan soal tersebut ke dalam bentuk persamaan kuadrat. Sesungguhnya hanya sedikit rumus matematika yang perlu dihafal, sedangkan sebagian besar tidak perlu dihafalkan melainkan cukup mengerti konsepnya.
3. Matematika selalu berhubungan dengan kecepatan menghitung. Memang berhitung adalah bagian yang terpisahkan dari matematika terutama di tingkat Sekolah Dasar. Tetapi kecepatan berhitung bukanlah yang teroenting dalam matematika. Yang terpenting adalah pemahaman konsep. Melalui pemahaman konsep kita akan mampu melakukan analisa/penalaran terhadap permasalahan/soal untuk kemudian kita trasformasikan ke dalam model dan bentuk persamaan matematika. Jika permasalahan sudah tersaji dalam bentuk persamaan matematika , baru kemampuan menghitung diperlukan. Itupun bukan sebagai sesuatu yang mutlak, sebab pada saat ini telah banyak beredar alat bantu menghitung sepert kalkulator dan komputer. Jadi yang lebih tepat adalah matematika adalah ilmu yang berhubungan dengan pemahaman dan penalaran.
4. Matematika adalah ilmu abstrak dan tidak berhubungan dengan realita. Mitos ini jelas salah, sebab fakta menunjukkan bahwa matematika sangat realitis, matematika merupakan bentuk analigi dan realita sehari-hari.
5. Matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Anggapan ini jelas keliru. Meski jawaban (solusi) matematika terasa eksak karena solusinya tunggal tetapi tidak berarti matematika kaku dan membosankan. Walaupun jawaban (solusi) dalam matematika hanya satu (tunggal) tetapi metode menyelesaikan soal matematika sebenarnya bermacam-macam. Sebagai cintoh dalam menyelesaikan sistem persamaan linier, permasalahannya dalam diselesaikan dengan 3 cara yaitu substitusi, eliminasi, dan grafik. Matematika juga ilmu yang rekreatif. Cara kerja matematika seperti games. Mula-mula kita harus mengidentifikasi variabel-variabel atau parameter-parameter, setelah itu diopersikan di antara variabel-variabel-tersebut. Dalam melakukan oparesi kita diberi kebebasan melakukan manipulasi (trik) semau kita agar sampai kepada solusi yang harapkan. Kebebasan melakukan manipulasi dalam operasi matematika inilah yang menantang dan mengundang keasyikan tersendiri, seolah-olah kita memainkan game.

Bagi yang belum memahamim matematika, kemampuan sesorang menebak suatu angka dianggap sihir, padahal itu merupakan operasi. Matematika adalah ilmu yang mudah dan menyenangkan, karena itu siapapun mampu mempelajarainya dengan baik. Untuk tugas kita adalah merobohkan mitios-mitos sesat dalam matematika itu di lingkungan masyarakat kita, sehingga ke depan matematika merupakan mata pelajaran yang disukai oleh semua kalangan.###